Sifat Final dan Mengikat Putusan MK Digugat Lewat Permohonan Fatwa oleh Achmad Cholidin dari Kantor Hukum Efha, Salim & Rekan.
Putusan
Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Tapi, adakah upaya
hukum lain jika Mahkamah Konstitusi dalam putusannya melakukan kesalahan
fatal dan berakibat ada pihak lain yang dirugikan? Kini, Dahlan Rais
sedang mencoba menerobosnya.
Setelah
gagal melangkah ke Senayan sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) mewakili Jawa Tengah akibat adanya putusan Mahkamah Konstitusi,
kini Dahlan Rais menempuh upaya hukum lain. Adik Ketua MPR Amien Rais
itu mengajukan permohonan fatwa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uniknya, ia
mengajukan permohonan fatwa ke lembaga yang dulu menggagalkan dirinya
sebagai calon anggota DPD.
Permohonan fatwa disampaikan oleh kuasa hukum Dahlan, Achmad Cholidin dari Kantor Hukum Efha, Salim & Rekan. Dalam berkas permohonan fatwa tertanggal 16 Juni 2004, yang salinannya diperoleh hukumonline, Dahlan
Rais meminta MK membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum sepanjang
menyangkut perolehan suara bagi pemohon, sekaligus menetapkan hasil
perhitungan suara yang benar.
Dalam
permohonannya, Dahlan tegas menyatakan menghormati keputusan MK pada 1
Juni lalu yang meloloskan nama KH Achmad Chalwani sebagai calon anggota
DPD Jawa Tengah di posisi keempat menggantikan Dahlan Rais. Namun Dahlan
juga mengeluhkan soal sifat final dan mengikatnya putusan MK.
“Bila
terjadi permasalahan dengan putusan yang telah ditetapkan oleh MK
padahal keputusan tersebut terdapat kesalahan yang sangat fatal dan
berakibat ada pihak lain yang dirugikan. Bila terjadi permasalahan ini,
apakah pihak yang dirugikan atau dikalahkan tidak ada upaya hukum lain
untuk memperoleh keadilan? Karena itu kami mohon fatwa kepada MK
terhadap permasalahan ini”. Begitulah pertanyaan yang diajukan oleh Dahlan dalam permohonannya.
Masalahnya,
Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 sudah menyebutkan mengatakan bahwa
keputusan MK bersifat final. Penjelasan pasal 10 Undang-Undang tentang
Mahkamah Konstitusi ini sudah pula tegas menyebutkan: “Putusan MK
bersifat final, yakni putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum
tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh”.
Kini
Dahlan Rais sedang menempuh upaya hukum. Selain melapor ke polisi, ia
juga memohon fatwa dari Mahkamah Konstitusi. Lantas, berhasilkah Dahlan
menerobos kebuntuan hukum itu? Kita tunggu sikap dan keputusan MK.
Kekeliruan perhitungan
Dalam
permohonan yang diajukan kuasa hukumnya, Dahlan berargumen bahwa telah
terjadi kekeliruan perhitungan, penjumlahan dan penilaian terhadap
bukti-bukti yang diajukan KH Achmad Chalwani saat sidang di Mahkamah
Konstitusi. Dalam putusannya 1 Juni lalu, MK menetapkan bahwa perolehan
suara Kiyai Chalwani berjumlah 881.050 suara, lebih tinggi dari
perolehan Dahlan Rais yang sebanyak 880.774 suara.
Kesalahan
perhitungan suara menurut Dahlan terjadi atas data rekap PPK Kecamatan
Kepil, Kabupaten Wanosobo. Chalwani, dalam permohonannya ke MK tempo
hari, menyatakan telah terjadi kesalahan perhitungan, tertulis 9.142
suara seharusnya 9.242 suara. Argumen sang kiyai ternyata diterima MK.
Namun, menurut Dahlan, jika MK jeli menghitung seluruh data perolehan
suara KH Chalwani secara vertikal, maka akan terbukti jumlah totalnya
adalah 9.142, sesuai dengan jumlah yang ditetapkan PPK maupun KPU.
Sehingga putusan MK secara tidak langsung telah menambah 100 suara untuk
sang kiyai.
Kesalahan yang hampir sama terjadi di PPK Bergas. “Ada kesalahan penilaian bukti yang dilakukan MK,” papar Dahlan berargumen.
Kesalahan
dimaksud adalah menyamakan PPK 2 dengan kode kecamatan 020 sebagai
Kecamatan Bergas, sebagaimana yang diajukan KH Chalwani. Sebab,
berdasarkan keterangan KPUD Semarang disertai sejumlah bukti, Dahlan
menegaskan bahwa PPK dengan kode demikian adalah Kecamatan Tenggaran.
Selain
kesalahan perhitungan, masalah prosedural juga dipersoalkan. Dahlan
mempertanyakan kenapa MK tidak menarik dirinya sebagai pihak terkait
saat menangani permohonan KH Chalwani. Sehingga Dahlan juga bisa
mengajukan bukti yang membantah dalil-dalil dan argumen KH Chalwani.
Bagaimana kelanjutan ikhtiar dari Dahlan ini, sebaiknya kita tunggu saja sikap dari MK.