Jumat, 20 September 2013

KONSEP MEDIASI SEBAGAI SARANA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

KONSEP MEDIASI SEBAGAI SARANA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP
Oleh Dr. H. Achmad Kholidin, S.H.,M.H


A.    Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Hubungkan dengan Efektifitas Penegakan Hukum Lingkungan

Pembangunan ekonomi dan industri, menjadi fokus negara-negara di dunia saat ini, yang tentunya disamping membawa dampak positif seperti meningkatnya penerimaan devisa, pengurangan pengangguran, pembangunan infrastruktur akan tetapi juga membawa dampak negatif, dimana pembangunan industri akan dibarengi dengan meningkatnya ekploitasi sumber daya untuk bahan baku, energi produksi. Meningkatnya konsumsi sumber daya tersebut akan berakibat pada meningkatnya pula limbah hasil produksi. 
Limbah hasil produksi tidak boleh dibuang secara sembarangan, hal itu untuk mencegah terjadinya pencemnaran lingkungan. Perusahaan dalam mengelola limbah harus memperhatikan baku mutu lingkungan (baku mutu air, baku mutu tanah dan baku mutu udara ) sehingga limbah yang dibuang tidak membahayakan. Sebaliknya jika perusahaan tidak memperhatikan baku mutu tersebut maka limbah yang dilepaskan/ dibuang dapat mencemari lingkungan yang tentunya sangat merugikan bagi kelangsungan hidup ekosistem lingkungan serta masyarakat.

Selasa, 03 September 2013

Demo Tolak Miss World Pindah ke MNC Tower, Ratusan Polisi Siaga

sumber: Dhani Irawan - detikNews


Jakarta - Ratusan pendemo yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) bergerak dari Bundaran HI ke arah MNC Tower, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Ratusan polisi menjaga aksi yang menyebabkan lalu lintas di Jl Kebon Sirih tersebut macet.

Para pendemo ini berjumlah sekitar 500 orang. Pendemo yang berasal dari Gerakan Reformasi Islam (Garis), Laskar Pembela Islam (LPI), dan Front Pembela Islam (FPI) ini memakai baju koko putih dan sebagian ada yang memakai sorban.

"Tolak Miss World, ini merupakan penghinaan dan penistaan!" kata orator di atas mobil komando yang berpengeras suara di depan MNC Tower, Selasa (3/9/2013). MNC menjadi sasaran demo karena terlibat dalam kontes yang akan digelar di Nusa Dua dan Sentul pada akhir September itu.

Massa berdatangan dari Bundaran HI menggunakan motor dan mobil bak terbuka. Pergerakan massa membuat lalu lintas di seputar Jl MJ Thamrin dan Jl Kebon Sirih tersendat.

Polisi sebanyak 200 personel menjaga aksi ini. Mereka berupaya mengatur massa agar tidak membuat kemacetan panjang

Sifat Final dan Mengikat Putusan MK Digugat Lewat Permohonan Fatwa

Sifat Final dan Mengikat Putusan MK Digugat Lewat Permohonan Fatwa oleh  Achmad Cholidin dari Kantor Hukum Efha, Salim & Rekan.
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Tapi, adakah upaya hukum lain jika Mahkamah Konstitusi dalam putusannya melakukan kesalahan fatal dan berakibat ada pihak lain yang dirugikan? Kini, Dahlan Rais sedang mencoba menerobosnya.
Setelah gagal melangkah ke Senayan sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili Jawa Tengah akibat adanya putusan Mahkamah Konstitusi, kini Dahlan Rais menempuh upaya hukum lain.  Adik Ketua MPR Amien Rais itu mengajukan permohonan fatwa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uniknya, ia mengajukan permohonan fatwa ke lembaga yang dulu menggagalkan dirinya sebagai calon anggota DPD.
Permohonan fatwa disampaikan oleh kuasa hukum Dahlan, Achmad Cholidin dari Kantor Hukum Efha, Salim & Rekan. Dalam berkas permohonan fatwa tertanggal 16 Juni 2004, yang salinannya diperoleh hukumonline, Dahlan Rais meminta MK membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum sepanjang menyangkut perolehan suara bagi pemohon, sekaligus menetapkan hasil perhitungan suara yang benar.
Dalam permohonannya, Dahlan tegas menyatakan menghormati keputusan MK pada 1 Juni lalu yang meloloskan nama KH Achmad Chalwani sebagai calon anggota DPD Jawa Tengah di posisi keempat menggantikan Dahlan Rais. Namun Dahlan juga mengeluhkan soal sifat final dan mengikatnya putusan MK.
Bila terjadi permasalahan dengan putusan yang telah ditetapkan oleh MK padahal keputusan tersebut terdapat kesalahan yang sangat fatal dan berakibat ada pihak lain yang dirugikan. Bila terjadi permasalahan ini, apakah pihak yang dirugikan atau dikalahkan tidak ada upaya hukum lain untuk memperoleh keadilan? Karena itu kami mohon fatwa kepada MK terhadap permasalahan ini”. Begitulah pertanyaan yang diajukan oleh Dahlan dalam permohonannya.
Masalahnya, Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 sudah menyebutkan mengatakan bahwa keputusan MK bersifat final. Penjelasan pasal 10 Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi ini sudah pula tegas menyebutkan:  “Putusan MK bersifat final, yakni putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh”.
Kini Dahlan Rais sedang menempuh upaya hukum. Selain melapor ke polisi, ia juga memohon fatwa dari Mahkamah Konstitusi. Lantas, berhasilkah Dahlan menerobos kebuntuan hukum itu? Kita tunggu sikap dan keputusan MK.
Kekeliruan perhitungan
Dalam permohonan yang diajukan kuasa hukumnya, Dahlan berargumen bahwa telah terjadi kekeliruan perhitungan, penjumlahan dan penilaian terhadap bukti-bukti yang diajukan KH Achmad Chalwani saat sidang di Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya 1 Juni lalu, MK menetapkan bahwa perolehan suara Kiyai Chalwani berjumlah 881.050 suara, lebih tinggi dari perolehan Dahlan Rais yang sebanyak 880.774 suara.
Kesalahan perhitungan suara menurut Dahlan terjadi atas data rekap PPK Kecamatan Kepil, Kabupaten Wanosobo. Chalwani, dalam permohonannya ke MK tempo hari, menyatakan telah terjadi kesalahan perhitungan, tertulis 9.142 suara seharusnya 9.242 suara. Argumen sang kiyai ternyata diterima MK. Namun, menurut Dahlan, jika MK jeli menghitung seluruh data perolehan suara KH Chalwani secara vertikal, maka akan terbukti jumlah totalnya adalah 9.142, sesuai dengan jumlah yang ditetapkan PPK maupun KPU. Sehingga putusan MK secara tidak langsung telah menambah 100 suara untuk sang kiyai.
Kesalahan yang hampir sama terjadi di PPK Bergas. “Ada kesalahan penilaian bukti yang dilakukan MK,” papar Dahlan berargumen.
Kesalahan dimaksud adalah menyamakan PPK 2 dengan kode kecamatan 020 sebagai Kecamatan Bergas, sebagaimana yang diajukan KH Chalwani. Sebab, berdasarkan keterangan KPUD Semarang disertai sejumlah bukti, Dahlan menegaskan bahwa PPK dengan kode demikian adalah Kecamatan Tenggaran.
Selain kesalahan perhitungan, masalah prosedural juga dipersoalkan. Dahlan mempertanyakan kenapa MK tidak menarik dirinya sebagai pihak terkait saat menangani permohonan KH Chalwani. Sehingga Dahlan juga bisa mengajukan bukti yang membantah dalil-dalil dan argumen KH Chalwani.
Bagaimana kelanjutan ikhtiar dari Dahlan ini,  sebaiknya kita tunggu saja sikap dari MK.